Senin, 07 Juli 2008

Pendidikan bagi Masa Depan

Pendidikan. Yup, tentu tak sedikit dari kita yang telah banyak mengenyam asam cuka di dunia pendidikan. Tapi, banyakkah dari kita yang telah sadar akan esensi dari pendidikan yang telah lama kita lalui tadi?
Pendidikan, awalnya timbul dari kegelisahan umat manusia akan pentingnya proses belajar dan diajar. Rasa ingin tahu yang memenuhi benak tiap orang lantas dilimpahruahkan pada pendidikan. Sebagai makhluk rasional, manusia membutuhkan banyak asupan gizi berupa ilmu pengetahuan. Dan, disinilah arti penting pendidikan bagi manusia.
Kebutuhan manusia akan pendidikan bermula dari dini usia mereka. Pendidikan sejatinya adalah suatu proses transisi atas perkembangan pemikiran dan wawasan intelektual bagi manusia. Kemudian, manusia membentuk institusi demi menaungi hasrat belajar-mengajar yang timbul di benak mereka tadi. Institusi tersebut pun beragam, mulai dari lingkup keluarga dengan ayah dan ibu yang menyokong anak-anak mereka dengan pendidikan secara dasar. Kemudian institusi keagamaan yang konon sebagai pilar penopang jalan hidup umat manusia untuk senantiasa berada pada jalur pendidikan, pula sebagai operator bagi causa prima yang membuncah dari tiap otak manusia. Siapakah aku? Dari manakah aku berasal?
Kemudian institusi yang mungkin bersifat formal dikembangkan. pula lebih kompleks mulai dari kurikulum serta basis material lain yang ada di dalamnya. Di antaranya, mulai dari sekolah dasar hingga ke bangku perguruan tinggi.
Perkembangan basis material dari pendidikan formal terus berkembang seiring berlalunya waktu. Tak kurang dukungan dari pemerintah bagi dunia pendidikan. Para kaum teknokrat pun diturunkan guna menyusun konsep-konsep dasar bagi pendidikan. Pemerintah tentu sadar betapa keberhasilan suatu negara berkorelasi positif dengan kualitas sumber daya manusia yang mereka miliki.
Di banyak negara, terutama di negara-negara utara, tak sedikit nominal dana yang dikucurkan pemerintahan di masing-masing negara tersebut pada sektor pendidikan. Di Jerman tiap penduduk berhak untuk menikmati pendidikan gratis yang disediakan pemerintah di negara tersebut. Bahkan, pemerintah Jerman memberi subsidi bagi para pelajar di sana. Fenomena yang terjadi di Jerman juga dapat kita lihat di Luxemburg, Swedia, dan negara-negara di benua Eropa lainnya.
Tak hanya di Eropa, di Malaysia, Singapura, hingga Brunei Darusallam jumlah dana yang dialokasikan pemerintah di sana pun sangat fantastis dibandingkan di negara kita yang kaya ini. Ketika Malaysia gegap mengusung pendidikan berkualitas dan murah dengan berbekal tak kurang dari 18% alokasi anggaran dana di negara tersebut. Yang terjadi di Indonesia justru sebaliknya, pendidikan mahal ditambah rendahnya kualitas sistem yang ada di negara ini.
Kondisi tersebut tentu berkontribusi negatif terhadap perkembangan bangsa ini ke depan. Kita sadari atau tidak, ketika ongkos untuk menempuh pendidikan semakin mahal, ditambah tingginya harga untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, orientasi massa untuk menempuh pendidikan menjadi tak lagi murni seperti esensi awal munculnya pendidikan.
Kita banyak mendengar di media massa, kasus-kasus pemalsuan ijazah yang dilakukan mulai dari pegawai tingkat rendahan hingga pejabat-pejabat di jajaran elit negara. Fenomena yang terjadi saat ini, seseorang menempuh pendidikan bukan untuk perkembangan pola pikir dan dimensi wawasan intelektual mereka, tetapi demi meraih keuntungan material semata.
Mungkin sebagian dari pembaca, secara sadar maupun tidak, menjadi salah satu dari pihak yang turut melanggengkan kebudayaan ini. Menjadi plagiat skripsi, mencontek saat ujian, titip absen dalam perkuliahan, menjadi hal-hal yang sering kita temui di dunia mahasiswa. Mahalnya biaya pendidikan di bangku perguruan tinggi menjadi penyebab utama dari perilaku tersebut. Mereka menghalalkan segala cara agar dapat lulus sesegera mungkin. Dan, nantinya dapat cepat bekerja untuk mengganti ongkos yang telah mereka korbankan untuk membiayai pendidikan yang telah mereka tempuh.
Kini pendidikan seolah beralih fungsi. Fenomena yang berkembang di dunia ini, bahwa pendidikan tak lagi menjadi instrumen bagi perkembangan pemikiran manusia menuju hierarki yang lebih tinggi. Pendidikan telah menjadi komoditas bagi banyak manusia sebagai batu lompatan bagi mereka untuk menggapai kepentingan-kepentingan material mereka di dunia. Kini, manusia menempuh pendidikan demi jenjang karier mereka di masa depan. Alasan ekonomi menjadi kambing hitam dari terjadinya hal ini.
Pendidikan tak jarang juga dijadikan alat untuk meningkatkan gengsi mereka di mata masyarakat.
Alhasil, yang mereka dapatkan dari pendidikan yang mereka tempuh, tak lebih dari sekedar sertifikat pernyataan kelulusan mereka. Ironis.
Kesadaran masyarakat kita akan pentingnya pendidikan memang belum tinggi. Begitu pula di jajaran pemerintahan di negeri ini. Pemerintah yang seharusnya menyokong pembangunan kualitas sarana dan prasarana yang menunjang pendidikan justru menampakkan sikap acuhnya pada aspek penting masa depan negara ini.
Pemerintah tunduk ketika lembaga-lembaga donor keuangan dunia menyodori SAP yang berisikan pemangkasan subsidi bagi masyarakat, termasuk subsidi di dunia pendidikan. Subsidi bagi pendidikan bukan makin naik, justru semakin turun. Malahan, pemerintah berencana untuk lepas tangan dalam pembiayaan untuk pendidikan.
Pertumbuhan ekonomi menjadi tujuan pemerintah hingga akhirnya subsidi pendidikan dan subsidi lain, utamanya bagi rakyat miskin, terus-menerus dikurangi. Semua ini sebagai syarat untuk merangsang investor untuk menanamkan modal di negara ini. Pembangunan gedung dan fasilitas ekonomi lain terus dikembangkan, yang umumnya untuk menyuport gerak perekonomian dalam negeri.
Kebijakan pemerintah tersebut mungkin berhasil, tapi tentu saja semuanya ini akan bersifat jangka pendek. Pemerintah melupakan pendidikan, yang sejatinya dalam jangka panjang akan begitu mendukung kemajuan multi dimensi bagi negara ini.
Kesimpulannya, belum adanya kesadaran yang timbul dari masyarakat kita, utamanya kaum birokrat, akan pendidikan, menjadi cikal bakal ketidakstabilan kondisi sosio-ekonomis di negara ini. Sampai kapan kita akan diam saja membiarkan hal ini terus menggerogoti masa depan negeri ini.

Tidak ada komentar: